Recent Posts

Rabu, 03 Juni 2015

Konsep Diri


Konsep diri merupakan salah satu faktor yang mampu memberikan pengaruh terhadap penyesuaian diri individu. Di dalam penyesuaian diri individu terdapat faktor konsep diri yang akan mengarahkan pola penyesuaian diri yang akan dilakukan oleh individu. Dengan kata lain, untuk melakukan penyesuaian diri yang baik dibutuhkan faktor konsep diri yang baik pula. Dari situlah dapat diketahui bahwa konsep diri dan penyesuaian diri memiliki hubungan yang erat.
Individu akan terus melakukan penyesuaian diri. Dalam berinteraksi dengan lingkungan sosial, manusia sebagai pribadi sangat ingin agar kehadirannya diterima oleh orang-orang yang ada dalam lingkungannya dimana dia tinggal. Brooks & Emmert (dikutip Rakhmat, 2007, h.105), keberhasilan seseorang melakukan sesuatu banyak tergantung pada kualitas konsep dirinya, baik positif maupun negatif. Rasa diterima kehadirannya oleh semua pihak akan membentuk konsep diri yang positif dan memberikan rasa aman pada diri sendiri karena individu merasa bahwa ada dukungan dan perhatian terhadap dirinya. Penerimaan dari lingkungan ini merupakan motivasi yang baik bagi individu untuk lebih survive dalam menghadapi kehidupannya. Kehadiran seseorang yang tidak diterima dalam lingkungannya dapat membentuk konsep diri negatif, merasa tidak aman dan terancam. Penolakan ini menimbulkan kelabilan emosi, menutup diri dan sikap yang cenderung menantang atau bahkan dengan adanya kemanjaan dari diri seseorang dapat menyebabkan dia terkena cinderella complex.

Selain itu, perkembangan emosi yang sangat matang dan konsep diri yang berkembangan sangat baik berhubungan dengan kenakalan remaja, hanya berlaku pada sampel remaja dengan tingkat kenakalan tinggi. Remaja dengan emosi matang mampu mempertahankan dorongan emosi, memahami emosi diri untuk diarahkan kepada tindakan-tindakan positif, tidak menggantungkan diri kepada orang lain, sadar dan bertanggung jawab menjalankan keputusan, menerima kelemahan maupun kelebihan dan menerima diri secara fisik maupun psikis dengan baik. Remaja yang matang emosinya kemungkinan besar tidak suka melawan orang tua, tidak membolos sekolah, dan tidak suka pergi dari rumah tanpa pamit, mengendarai motor tidak dengan kecepatan tinggi, menghindari narkotika, tidak menggunakan senjata, tidak keluyuran malam, dan menghindari pelacuran. Remaja dengan emosi matang perilakunya tidak merugikan orang lain, tidak mencuri, mencopet, ataupun merampas. Remaja yang matang emosinya menghindari perilaku yang dapat menimbulkan korban fisik pada orang lain seperti berkelahi, menempeleng, menampar, melempar benda keras, mendorong sampai jatuh, menyepak, atau memukul dengan benda.
Menurut Panuju & Umami (1999, h.85), konsep diri berkembang seiring dengan bertambahnya pengalaman dan pengetahuan yang didapatnya baik dari pendidikan keluarga, sekolah, perguruan tinggi maupun masyarakat. Dalam hal ini, untuk mengembangkan konsep diri peran orang tua sangatlah penting. Orang tua harus mulai mempercayakan anak untuk bertindak dimana kepercayaan tersebut dapat menjadikan anak yakin dan percaya terhadap diri dan kemampuannya. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian Marini & Andriani (2005) dimana pola asuh demokratis akan menampilkan anak dengan perilaku yang ramah, memiliki harga diri dan percaya diri tinggi, memiliki tujuan, cita-cita, serta berprestasi. Franken (dalam Huitt, 2009) juga menyatakan bahwa terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa konsep diri merupakan dasar semua perilaku yang bermotivasi. Konsep diri yang memberikan peningkatan diri menuju ideal, dan diri ideal yang menciptakan motivasi dalam perilaku.
Konsep diri adalah pandangan dan keyakinan individu mengenai dirinya sendiri yang mencakup fisik, psikis, sosial dan moral. Menurut Fuhrman (dalam kusumawardani, 2012) konsep diri merupakan variabel yang akan ikut menentukan bagaimana individu merasakan, menerima, dan merespon diri dan lingkungannya. Apabila individu menilai dirinya kurang baik, maka individu akan menganggap remeh dan membayangkan kegagalan usahanya, sedangkan bila individu menerima dirinya baik, maka individu akan bersikap optimis terhadap usahanya sehingga kemungkinan untuk sukses tinggi.
Seseorang yang terkena obesitas, konsep diri yang positif berpengaruh terhadap tingkat kepuasan citra tubuhnya, rasa puas ini dapat meningkatkan harga diri mereka sehingga, mereka yang memiliki konsep diri yang positif akan rentan terhadap penghinaan fisik yang dilakukan oleh lingkungannya.
Peters (2004) menyebutkan bahwa faktor gender menjadi prediksi signifikan penyebab terjadinya isolasi sosial dan kesepian yang merupakan akibat lanjut dari gangguan konsep diri. Pernyataan ini berhubungan dengan lansia karena usia yang lebih panjang pada wanita dibandingkan pria menyebabkan ia memiliki banyak waktu sendiri, ditambah lagi dengan masalah kesehatan kronis yang membatasi interaksi sosialnya. Namun, pria tampaknya memiliki kesulitan dalam hal kemampuan kopingnya saat ia kehilangan pasangannya, mereka biasanya memilki sedikit sistem pendukung sosial dibandingkan wanita dan kurangnya hubungan sosial yang akrab termasuk dengan keluarga. Hal tersebut tidak ditemukan dalam penelitian ini karena jumlah lansia perempuan lebih banyak dibanding laki-laki. Menurut Imron (1999) konsep diri lansia juga dipengamhi oleh dukungan sosial dari keluarga terutama pasangan, teman sebaya ataupun dari petugas panti bagi lansia yang menghabiskan masa tuanya di panti werdha. Dukungan emosional dari pasangan memberikan pengamh besar terhadap kesehatan mental. Karena itu dukungan keluarga sangat diperlukan bagi lansia, apabila dukungan keluarga tidak ada akan mengakibatkan pengaruh yang sangat besar bagi lansia terutama psikologis lansia yang cenderung membuat lansia jatuh pada kondisi gangguan konsep diri.


0 komentar: